Loe Gue End; Film Yang Menarik Tapi FloP
Hari Pertama Yang Harus Puas Di 5 Ribu Penonton Saja
Karya sineas cerdas seperti Awi Suryadi tentu saja sah-sah saja menginterprestasi isi dari novel anyar Zara Zettira yang harusnya box office.
Tidak seindah realitas saat harus berhadapan dengan kehadiran Mr. Bond tapi menurut Yan Widjaja sebagai perpustakaan berjalan perfilman nasional dari beberapa sumbernya.
"Film LGE (baca; Loe Gue End) Flop dipasaran dan untuk hari pertama, penontonnya hanya 5 Ribuan saja," kira-kira itu sms yang baru saja saya terima sesaat setelah menyaksikan hari kedua film itu bertengger di jaringan 21 dan XXI.
Film Loe Gue End diproduseri oleh Ganesa Perkasa Films , menurut penulis yang mewakili Komunitas KritiKSinema Indonesia sarat dengan kriteria sinematografi yang patut diacungi jempol.
Mulai dari gambar yang menarik, jelas, efek serta konsep blur dan playback dari DOP Enggar ditambah studio tata suara dari sekelas Khikmawan peraih piala Citra menjadi jaminan mutu di tangan Awi yang sudah merasakan penghargaan dari film-filmnya terdahulu.
Anda tentu masih ingat dengan I Know What U Did on Facebook yang walau kontroversial dan menuai pujian plus cacian. Tetap saja mencuri perhatian dewan juri FFI kala itu.
Ditangan Awi, novelis Zara Zettira yang menerima lebih dari 10 email dari anak yang kehilangan kasih sayang ibu dan terjerembab ke gaya hidup kosmo politan yang identik dengan narkoba dan minuman keras.
Teknik bertutur dengan gaya yang cerdas dan menuntun fantasi penonton dengan gambar yang fokus ke karakter mewakili anak muda urban Jakarta.
Tilik saja realitas Santika sebagai saudara kembar yang punya kemampuan Astral dan punya indera keenam menjadikan film ini seperti Final Destination yang penulis curigai sebagai acuan Awi dalam membuat film ini untuk menjahit kematian satu dengan yang lain.
Anda akan mengenal karakter Alana, Vivi, Timo (ada kesempatan kedua) tapi tetap jadi budak narkoba, Vira (cinta dengan diri sendiri), Nina (Lesbian), Radit dan satu lagi yang guru TK tapi jadi budak narkoba tapi menjadi satu-satunya sahabat Alana yang masih hidup dan akhirnya berhenti nge-drug dan menikah dengan bule.
Awi menawarkan ide segar tentang realitas mama Alana yang junkies saat mencintai pacarnya tapi tak sanggup dengan kenyataan harus berbadan dua dan kembar pula. Akibat obat-obatan yang dikonsumsi menjadikan salah satu dari anaknya punya kekurangan sekaligus punya kelebihan dan inilah menjadi benang merah dari film ini yang sudah tayang di bioskop-bioskop menemani om Bond dan Alex Cross.
Astral Projection, yah itu adalah vision dari orang-orang yang berkemampuan melihat sesuatu yang akan terjadi beberapa detik sebelum terjadi.
Memang film Awi selalu memancing riak, mulai dari pertanyaan seputar logika, realitas storyboard yang ia buat sampai maknawi yang harus ia bangun. Menurut penulis Awi memang punya potensi tidak vulgar menuntun penontonnya untuk termotivasi tapi selalu hidden message sehingga berpotensi menciptakan amarah untuk sebagian penonton yang punya pencernaan berbeda.
Bukankah film yang bagus itu kalau mengajak penontonnya untuk berfikir dan masih terngiang dan penasaran dengan beberapa adegan sehingga ingin nonton lagi ? Tidak gampang menebak dan sudah tahu ujung dari film itu, bukan ?
Yah, menonton film Awi hanya persoalan pencernaan dan memang pihak PH pun harus gambling dan berpacu dengan tim promosi karena ia harus tahu film apa yang mendampinginya karena saat ini penonton film sedang lesu dan kalaupun ingin menonton TIDAK untuk film INDONESIA karena mereka hanya punya cukup uang untuk menonton 1 film dalam waktu sepekan atau 2 pekan baru nonton film.
Tidak seperti India, Taiwan, Hong Kong, Singapura dan negara tetangga kita Malaysia, Philipna dan Thailand.
Tetap bikin film Awi, You are different brow..............Congratz............I Enjoy ur movie with great character and cast............
Karya sineas cerdas seperti Awi Suryadi tentu saja sah-sah saja menginterprestasi isi dari novel anyar Zara Zettira yang harusnya box office.
Tidak seindah realitas saat harus berhadapan dengan kehadiran Mr. Bond tapi menurut Yan Widjaja sebagai perpustakaan berjalan perfilman nasional dari beberapa sumbernya.
"Film LGE (baca; Loe Gue End) Flop dipasaran dan untuk hari pertama, penontonnya hanya 5 Ribuan saja," kira-kira itu sms yang baru saja saya terima sesaat setelah menyaksikan hari kedua film itu bertengger di jaringan 21 dan XXI.
Film Loe Gue End diproduseri oleh Ganesa Perkasa Films , menurut penulis yang mewakili Komunitas KritiKSinema Indonesia sarat dengan kriteria sinematografi yang patut diacungi jempol.
Mulai dari gambar yang menarik, jelas, efek serta konsep blur dan playback dari DOP Enggar ditambah studio tata suara dari sekelas Khikmawan peraih piala Citra menjadi jaminan mutu di tangan Awi yang sudah merasakan penghargaan dari film-filmnya terdahulu.
Anda tentu masih ingat dengan I Know What U Did on Facebook yang walau kontroversial dan menuai pujian plus cacian. Tetap saja mencuri perhatian dewan juri FFI kala itu.
Ditangan Awi, novelis Zara Zettira yang menerima lebih dari 10 email dari anak yang kehilangan kasih sayang ibu dan terjerembab ke gaya hidup kosmo politan yang identik dengan narkoba dan minuman keras.
Teknik bertutur dengan gaya yang cerdas dan menuntun fantasi penonton dengan gambar yang fokus ke karakter mewakili anak muda urban Jakarta.
Tilik saja realitas Santika sebagai saudara kembar yang punya kemampuan Astral dan punya indera keenam menjadikan film ini seperti Final Destination yang penulis curigai sebagai acuan Awi dalam membuat film ini untuk menjahit kematian satu dengan yang lain.
Anda akan mengenal karakter Alana, Vivi, Timo (ada kesempatan kedua) tapi tetap jadi budak narkoba, Vira (cinta dengan diri sendiri), Nina (Lesbian), Radit dan satu lagi yang guru TK tapi jadi budak narkoba tapi menjadi satu-satunya sahabat Alana yang masih hidup dan akhirnya berhenti nge-drug dan menikah dengan bule.
Awi menawarkan ide segar tentang realitas mama Alana yang junkies saat mencintai pacarnya tapi tak sanggup dengan kenyataan harus berbadan dua dan kembar pula. Akibat obat-obatan yang dikonsumsi menjadikan salah satu dari anaknya punya kekurangan sekaligus punya kelebihan dan inilah menjadi benang merah dari film ini yang sudah tayang di bioskop-bioskop menemani om Bond dan Alex Cross.
Astral Projection, yah itu adalah vision dari orang-orang yang berkemampuan melihat sesuatu yang akan terjadi beberapa detik sebelum terjadi.
Memang film Awi selalu memancing riak, mulai dari pertanyaan seputar logika, realitas storyboard yang ia buat sampai maknawi yang harus ia bangun. Menurut penulis Awi memang punya potensi tidak vulgar menuntun penontonnya untuk termotivasi tapi selalu hidden message sehingga berpotensi menciptakan amarah untuk sebagian penonton yang punya pencernaan berbeda.
Bukankah film yang bagus itu kalau mengajak penontonnya untuk berfikir dan masih terngiang dan penasaran dengan beberapa adegan sehingga ingin nonton lagi ? Tidak gampang menebak dan sudah tahu ujung dari film itu, bukan ?
Yah, menonton film Awi hanya persoalan pencernaan dan memang pihak PH pun harus gambling dan berpacu dengan tim promosi karena ia harus tahu film apa yang mendampinginya karena saat ini penonton film sedang lesu dan kalaupun ingin menonton TIDAK untuk film INDONESIA karena mereka hanya punya cukup uang untuk menonton 1 film dalam waktu sepekan atau 2 pekan baru nonton film.
Tidak seperti India, Taiwan, Hong Kong, Singapura dan negara tetangga kita Malaysia, Philipna dan Thailand.
Tetap bikin film Awi, You are different brow..............Congratz............I Enjoy ur movie with great character and cast............
Komentar
Posting Komentar